Iklan

Friday, February 08, 2008

Komunikasi tersendat

Suamiku kadang-kadang meledek, katanya aku salah memilih profesi, bagusnya jadi psikolog atau psikiater sekalian--saat banyak teman-teman curhat padaku. Mereka biasanya minta didengarkan atau dinasehati. Namun kenyataannya orang yang lagi bete sebenarnya hanya butuh didengarkan, lagian minta nasehat dari aku? Wehehehe…ngaco kaleee! Aku hanya seorang pendengar yang baik.

Begitupun saat seorang sobat-remaja-hampir-dewasa komplain soal pacarnya yang katanya aneh banget belakangan ini, jarang berkomunikasi, nggak balas sms, pesan di shout box ataupun email. Mereka tinggal di kota yang berbeda, tapi biasanya hubungan lancar-lancar saja, sekali dua minggu gantian saling mengunjungi menyeberangi provinsi. Dia sebel karena si cowok tak bisa berterus-terang ada apa, kalau ditanya setelah marah-marah atau ngambek-ngambek dulu karena tidak direspon, jawabannya nggak ada masalah, dan selalu menenangkan sobatku ini dengan kata-kata: “aku masih cinta kamu, kok”. Sobatku ini nggak bisa terima, masa sih nggak bisa membalas sms sebaris, menjawab tanya di shout box, sekedar berkomunikasi, padahal dia tahu persis si doi punya pulsa, duite mayan banyak dan sering online, buktinya dia ninggalin jejak dimana-mana di dunia maya!? Dan puncaknya adalah sewaktu dia tahu dari temannya sendiri ternyata si cowok sibuk membantu cewek lain membuat skripsi!

“Aku bukan pemaksa Kak, nggak bakal aku paksa-paksa dia kalau memang sudah tak cinta, dia pikir dia siapa? Mencuekin orang seenaknya, kalau emang sudah nggak mau ya sudah, aku bisa cari yang lain!” Dia merepet-repet, sobatku ini memang percaya diri dan cantik, aku yakin mudah baginya mencari ‘sekedar pengganti’, namun masalahnya dia cinta berat pada cowoknya yang nyebelin itu, dia serius ingin menikah. Katanya, ”Usahaku sudah maksimal, aku sudah muak Kak, aku tinggalin saja dia ya, kasih saran dong!”

Aku hanya bilang cobalah berkomunikasi lagi, bicara terbuka heart to heart, mana tahu dia hanya butuh privacy, butuh waktu untuk sendiri. Akhirnya sahabatku berusaha lagi, namun tetap saja tak berubah, lelakinya lebih suka diam daripada berterus-terang. Sobatku habis kesabaran, memutuskannya, dan 4 bulan kemudian menikah dengan lelaki lain yang dijodohkan orangtua, katanya, “aku pasrah Kak, cinta toh Tuhan yang memberi, aku yakin kalau aku tawakal kami akan bahagia, secara agama dia baik.”

Aku hanya bisa mengucap alhamdulillah, aku termasuk orang yang percaya bahwa cinta Tuhan yang memberi. Tak ada yang sejati kecuali karena Allah. Mau pacaran sepuluh tahunpun tak ada jaminan bahwa rumah tangga akan baik-baik saja. Semua tergantung upaya untuk menjaga komitmen, memelihara cinta, tentunya cinta yang terindah adalah karena Allah. Dan kuncinya? Bagiku adalah komunikasi & keterbukaan.

Kalau komunikasi sudah tak lancar dalam bentuk hubungan apapun, persahabatan, pacaran, suami-istri, ortu-anak, guru-murid, ttm-an, selingkuhan hehe, semua akan kacau. Percaya?

Aneh nggak saat seorang sobat lain bilang, “Gue sebel laki gue kalau ML maunya to the point saja, padahal gue ingin suasana yang romantis, candle light dinner dulu kek, kis-kisan dulu, ato apa, huh sebel! Seks bukan hanya itu toh!” , katanya mencak-mencak. Sobatku ini orang yang romantis, sukanya dikasih puisi, dikasih mawar, (lha kok mirip aku seeh? Heheh...namanya juga closed friend!). Aku malah ketawa, aku bilang kenapa dia tidak bicara saja dengan suaminya maunya apa, maunya hubby apa, deal, kompromi nyari yang asyik buat berdua. “Kamu bilang ke dia, kamu mau jurus monyet manjat kelapa atau pendekar mabok kek...hihihi....” aku malah ngakak. Jawabanya lebih aneh lagi bagiku, katanya dia malu dan gengsi dunk! Ya ampyuuun kataku, “lo udah nikah berapa tahun? Malu ngomong? Gengsi?” Ya Tuhan...aneh bin ajaib!

Lebih aneh lagi seorang sohib yang bisa tidak bertegur sapa dengan istrinya sebulan karena hal-hal tak jelas, nggak mood saja, dsb. Lalu istri malah bertanya pada sobat suaminya, ada apa dengan suaminya, sebab konon katanya kalau lagi begitu si misoa kaya es batu, dia takut mendekati! Unbelievable!? Aku jawab, “kalau es batu mah gampang dicairin, lha gletser di kutub aja mencair!” (OOT deh gue!, itu karena global warming kaleee).

Hancurlah sebuah hubungan kalau kita tak berusaha membuka komunikasi. Banyak hal terjadi dalam menjalani kehidupan ini, kalau senang, mudah menghadapinya, kalau susah? Mestinya dibicarakan, masalah seks seperti sobatku di atas, bukan masalah sepele, akan bepengaruh kepada kualitas hubungan pasangan. Berkomunikasi dengan lancar bukan berarti tidak ada privacy, itu sih relatif juga tergantung deal, bagiku sendiri, privacy tetap ada, terjaga saja dengan sendirinya tanpa diminta seperti hape, kalau tak aku minta, jarang banget si abang buka-buka hapeku. Kalau ingin privacy, bisa dikomunikasikan, misalnya, “aku sedang ingin sendiri, say...”

Jadi percayalah jalannya adalah berbicara, berkomunikasilah, apakah itu bahasa lisan, bahasa tubuh, bahasa rasa, bahsa Tarzan, apapun yang dibutuhkan sesuai sikon. Asalkan jangan bahasa dar der dor kaya teroris!

Klik gambar ada link communication dance

Ayahanda Medan, 7 Februari 2008

To be continued...

2 comments:

ichal said...

hmmm,,, tersendat banyak sebab ya?!?

emang susah sih cari pasangan yang hanya berlandaskan saling percaya.

kecuali uni yang ini kali ya, udah lama gak melantunkan pujian kepada uni, heheheheh!!

komunikasi adalah kunci!! tinggal gimana cara tangan membuka aja.

Anonymous said...

memang kok mei, orang curhat atau sedang meledak-ledak itu cuma butuh didengarkan dan didukung. ntar kalo dah tenang, baru dikasi advice hehe...