Aku hanya bilang cobalah berkomunikasi lagi, bicara terbuka heart to heart, mana tahu dia hanya butuh privacy, butuh waktu untuk sendiri. Akhirnya sahabatku berusaha lagi, namun tetap saja tak berubah, lelakinya lebih suka diam daripada berterus-terang. Sobatku habis kesabaran, memutuskannya, dan 4 bulan kemudian menikah dengan lelaki lain yang dijodohkan orangtua, katanya, “aku pasrah Kak, cinta toh Tuhan yang memberi, aku yakin kalau aku tawakal kami akan bahagia, secara agama dia baik.”
Aku hanya bisa mengucap alhamdulillah, aku termasuk orang yang percaya bahwa cinta Tuhan yang memberi. Tak ada yang sejati kecuali karena Allah. Mau pacaran sepuluh tahunpun tak ada jaminan bahwa rumah tangga akan baik-baik saja. Semua tergantung upaya untuk menjaga komitmen, memelihara cinta, tentunya cinta yang terindah adalah karena Allah. Dan kuncinya? Bagiku adalah komunikasi & keterbukaan.
Kalau komunikasi sudah tak lancar dalam bentuk hubungan apapun, persahabatan, pacaran, suami-istri, ortu-anak, guru-murid, ttm-an, selingkuhan hehe, semua akan kacau. Percaya?
Aneh nggak saat seorang sobat lain bilang, “Gue sebel laki gue kalau ML maunya to the point saja, padahal gue ingin suasana yang romantis, candle light dinner dulu kek, kis-kisan dulu, ato apa, huh sebel! Seks bukan hanya itu toh!” , katanya mencak-mencak. Sobatku ini orang yang romantis, sukanya dikasih puisi, dikasih mawar, (lha kok mirip aku seeh? Heheh...namanya juga closed friend!). Aku malah ketawa, aku bilang kenapa dia tidak bicara saja dengan suaminya maunya apa, maunya hubby apa, deal, kompromi nyari yang asyik buat berdua. “Kamu bilang ke dia, kamu mau jurus monyet manjat kelapa atau pendekar mabok kek...hihihi....” aku malah ngakak. Jawabanya lebih aneh lagi bagiku, katanya dia malu dan gengsi dunk! Ya ampyuuun kataku, “lo udah nikah berapa tahun? Malu ngomong? Gengsi?” Ya Tuhan...aneh bin ajaib!
Lebih aneh lagi seorang sohib yang bisa tidak bertegur sapa dengan istrinya sebulan karena hal-hal tak jelas, nggak mood saja, dsb. Lalu istri malah bertanya pada sobat suaminya, ada apa dengan suaminya, sebab konon katanya kalau lagi begitu si misoa kaya es batu, dia takut mendekati! Unbelievable!? Aku jawab, “kalau es batu mah gampang dicairin, lha gletser di kutub aja mencair!” (OOT deh gue!, itu karena global warming kaleee).
Hancurlah sebuah hubungan kalau kita tak berusaha membuka komunikasi. Banyak hal terjadi dalam menjalani kehidupan ini, kalau senang, mudah menghadapinya, kalau susah? Mestinya dibicarakan, masalah seks seperti sobatku di atas, bukan masalah sepele, akan bepengaruh kepada kualitas hubungan pasangan. Berkomunikasi dengan lancar bukan berarti tidak ada privacy, itu sih relatif juga tergantung deal, bagiku sendiri, privacy tetap ada, terjaga saja dengan sendirinya tanpa diminta seperti hape, kalau tak aku minta, jarang banget si abang buka-buka hapeku. Kalau ingin privacy, bisa dikomunikasikan, misalnya, “aku sedang ingin sendiri, say...”
Jadi percayalah jalannya adalah berbicara, berkomunikasilah, apakah itu bahasa lisan, bahasa tubuh, bahasa rasa, bahsa Tarzan, apapun yang dibutuhkan sesuai sikon. Asalkan jangan bahasa dar der dor kaya teroris!
To be continued...
2 comments:
hmmm,,, tersendat banyak sebab ya?!?
emang susah sih cari pasangan yang hanya berlandaskan saling percaya.
kecuali uni yang ini kali ya, udah lama gak melantunkan pujian kepada uni, heheheheh!!
komunikasi adalah kunci!! tinggal gimana cara tangan membuka aja.
memang kok mei, orang curhat atau sedang meledak-ledak itu cuma butuh didengarkan dan didukung. ntar kalo dah tenang, baru dikasi advice hehe...
Post a Comment