Iklan

Thursday, November 29, 2007

Catatan Perjalanan

Memandang keluasan seolah tak berbatas, hanya kosong dan sisa-sisa sawit tebangan yg tidak menarik sama sekali. Rencananya akan di-replanting. Pemandangan yang menyedihkan bagiku, mungkin karena tujuh tahun lebih bersitungkin (jungkir balik) dalam upaya hijau lestari, lahan sawit yang bagi pengusahanya adalah tambang emas, bagiku terlihat mengerikan. Inilah yang dulunya hutan dataran rendah yang luas yang kini hanya tersisa sedikit saja di Indonesia ini bahkan di dunia. Kita telah menjadi jawara dalam perusakan alam.

Memasuki daerah Tangkahan, kampung kecil yang terjepit antara sisa-sisa hutan primer (Taman Nasional Gunung Leuser) dan Kebun sawit milik pemerintah, pemandangan indah langsung nampak seolah menghapus kengerianku memandang hamparan ‘puing’ hutan ribuan hektar yang telah dikonversi menjadi perkebunan. Suguhan lapisan gunung biru langsung menyegarkan aliran darah, menentramkan batin.

Di camp-ku yang sederhana beberapa kilometer dari kampung, pawang, gajah dan penjaga hutan swadaya setempat bekerja untuk patroli dan monitoring hutan—selain juga membantu pengembangan ekowisata.

Dulu di era 80-an saat pembukaan perkebunan besar-besaran dilakukan pemerintah, mulailah raksasa ini tersingkir, rumah mereka diambil, terdesak dan memasuki kebun-kebun masyarakat yang tadinya adalah habitat mereka. Kemudian dibuatlah kebijakan yang tidak bijak itu dengan menangkapi gajah-gajah tersebut dan ‘menyekolahkan’ mereka di Pusat-Pusat Pelatihan Gajah (PLG). Nyatanya konflik gajah-manusia tak berhenti, gajah-gajah di PLG terlantar. Conservation Response Unit adalah salah satu konsep pemberdayaan gajah dan pawang untuk menyelamatkan saudara-saudara mereka di hutan serta rumahnya. Spesies payung--sebab dengan menyelamatkan si raksasa ini, kita juga telah melindungi habitatnya yang mencakup hewan liar dan jutaan flora hutan hujan yang sangat berharga untuk dunia.

Alhamdulillah sejak adanya kesadaran masyarakat sekitar untuk mengubah mata pencaharian dari pembalak hutan menjadi pelaku ekowisata, serta CRU dengan gajah terlatih melakukan patroli, akses ke hutan di sekitaran daerah ini terjaga dengan baik. Tingkat kejahatan terhadap hutan mencapai titik nol. Ikan-ikan di sungai bisa bebas beranak pinak dan kalau beruntung saat mancing kita bisa dapat yang besar sangat. Dari camp kita bisa mendengar suara orangutan, rangkong, dan berbagai hewan lain. Masuk sekitar 4 jam berjalan bisa bertemu macam-macam fauna, kalau beruntung berjalan satu hari bisa bertemu gajah liar.

Sayang sekali itu hanya sebagian kecil dari hutan yang mesti diselamatkan. Masih banyak akses lain ke hutan di Indonesia ini yang terancam kritis karena masyarakat sekitar dimanfaatkan untuk ikut menghancurkan hutan oleh mafia-mafia dan pemain-pemain yang ahli. Ah kalau mikirin carut marut negara ini jadi pusing, mendingan berbuatlah saja semaksimal yang kita bisa walau bagi orang lain mungkin tak berarti.



Di camp CRU:

Putra, salah satu anak putus sekolah diajarkan merawat gajah. Ini sedang melukis untuk dibuat kartu natal yg nantinya akan dijual, dananya dikembalikan utk program.



Wednesday, November 28, 2007

My life my adventure!

Wajah-wajah ceria di Angkutan umum ini membuatku merasa ringan menempuh perjalanan panjang ke Tangkahan dengan bus yang tampaknya ringkih. Kenyataannya mesin mobilnya kuat (mercy euy!), luarannya saja yang tak berdandan. Kali ke dua bagiku naik bus ke Tangkahan dan yang pertama bagi Nay. Mobil kantor sudah duluan bersama tamu kami, aku dan si Bos ngalah buat tamu, jadi naik angkutan umum. Semula aku khawatir Nay tidak akan nyaman karena bisnya lumayan jelek, tak ada AC, dsb. Kenyataannya, kenyamanan juga terletak pada hati dan perasaan, fasilitas hanya pendukung. Lagian, saat commit memilih kerjaan lapangan aku harus siap dengan segala rintangan. Naik bus, truk, gajah, jalan kaki, tidur di sleeping bag, digigit pacet, dsb…Bagi kami konservasi adalah juga efisiensi, bisa saja menyewa mobil, tapi terlalu boros kalau hanya untuk 3 orang.
Di kampung anak-anak harus menempuh beberapa kilo
ke sekolah dg berjalan kaki.
Ini mereka menumpang saat aku keliling ke sekolah-sekolah yang jaraknya berjauhan

Keluarga gajah yg bahagia biggrin

Tak sedikitpun kulihat keresahan di wajah beberapa Ibu yang juga membawa bayi dan anak-anak, mereka tetap bercanda dan tertawa-tawa. Bagi mereka ini adalah hal biasa, tak ada yang tak nyaman atau menganggu. Jadi ingat seorang kenalanku yang dulu secara ekonomi pas-pasan, sekarang sudah kaya. Kalau dulu sewaktu mau naik angkutan umum baginya biasa saja, kalau sekarang misalnya ada undangan mobilnya sedang tak bisa dipakai, dia akan mengeluh, “Aduuuh, jauh banget, saya nggak bisa datang, mobil lagi di bengkel, naik angkot susah, anak saya nggak tahan panas…” Padahal aku tahu persis dia juga pernah terbiasa dengan angkutan umum. Hanya psikologi yang membedakan perasaannya dulu dan sekarang.

Sedikit berdesakan, menempuh perjalanan 100 km lebih dengan kondisi jalan yang dua pertiganya lebih cocok untuk off-road. Perjalanan yang biasanya bisa ditempuh dengan 4 jam dengan mobil pribadi, dengan bis ini menjadi lebih panjang, 5.5 jam! Tambahannya adalah karena berhenti menaikkan/menunggu penumpang, plus pecah ban! Soal ini aku sudah tahu dari teman-teman adalah hal biasa kalau ke Tangkahan, walau tetap kaget sewaktu letusannya cukup besar!

Kenyataannya walau lama, perjalanan ini menyenangkan, disela oleh pengamen bersuara bagus bagai biduan menyanyikan lagu-lagu Melayu lama yang enak didengar saat memasuki daerah Stabat. Penyanyinya turun menjelang masuk ke pedalaman Kabupaten Langkat. Terbayang betapa sulit dia mencari nafkah untuk hidup, apakah cukup untuk anak istrinya ya? Karena tak semua orang bakal menghargai upayanya menyanyi.

Kalau dipikir-pikir, kenyamanan memang terletak pada hati dan pikiran, kalau kita nikmati perjalanan sebagai keasyikan tersendiri, panas bahkan pecah ban di jalanan pun akan menjadi semacam pengalaman berkesan. Bagiku; it’s, my life, my adventure! Yang penting hanyalah tidak menganggap enteng setiap risiko bahaya, tidak takabur dan tak sok sok-an. Aku tak ingin membahayakan Nay. Dan tujuannya hanyalah menyalurkan idealisme dan bekerja mencari nafkah halal yang semoga diridhoiNYA.

*Gbr emang gak nyambung hehehe biggrin

Thursday, November 01, 2007

From the hidden paradise

Baru kembali ke dunia nyata hehe...pulang dari hidden paradise, tempat gak ada sinyal HP, telepon, internet, listrik, (eh ada jenset ding! hanya kalo malam jam 6-12). Aku malah merasa nyaman, damai tentram. Gak ada yg nyari-nyari (nagih hutang kerjaan!rolleyes) Memang awalnya merasa ada yang kurang gak ada lelaki-lelaki rese kesayanganku itu. Tapi gak papalah sesekali terbebas dari keisengan mereka. Ya gak Nay! Itulah mengapa aku jarang update friend! hihihi padahal biasanya juga jarang biggrin Mohon maap belum sempat kelayapan ke blog kalian semua.

Camp-ku; Conservation Response Unit
Mulai Oktober, aku memasuki tahapan uji coba di bidang baru, education and awareness, otomatis mulai kerja di kantor dan lapangan. Sebenarnya sudah lamaaa banget 'gatal' kakiku mau kerja di lapangan. Dulu saat masih di Aceh ditawari posisi yg sama, tapi mobile-nya 90%, aku malah akhirnya menolak dengan bahagia, dilema seorang Ibu--pilih keluarga terlantar? Sekarang situasinya beda, aku bisa bawa Naysa kemanaku pergi, Ufi, Uqan n Abang sudah mandiri (hehe biasalah justifikasi!).

Berangkat dari Medan bareng temanku Wibi dari FFI-AP, Wandi FFI-IP bawa mitra nya dari INTI dan Pandita Buddha Dharma Jakarta, senang kenal kelompok Tionghoa pencinta lingkungan juga. Mereka betah banget sampai memperpanjang liburannya. Tiga hari di Camp-ku, kerinduan hampir dua tahunan nggak ketemu Olive, Sari, Theo, Ardana, dll (7 gajah sexy), tim-ku, dan hutan Tangkahan tentunya bisa dipuaskan. Dengan teman-teman sih sering juga ketemu karena mereka kadang ke Medan dan komunikasi via radio (kalau lagi beruntung bisa nyambung, atau nelpon dari bukit tertentu yg ada sinyal).

Nay dan Kak Yul
Waktu hamil Nay 2 bulan aku pernah offroad ke Calang. Setelah itu kapok, nggak berani menanggung resiko untuk titipanNya, barulah sekarang aku berani membawanya ke hutan mengenal 'dunia lain' Ibunya. Lumayan jalan ke Tangkahan tak lagi rusak berat seperti biasanya, sebagian besar sudah 'mulus' (kayanya sih karena mau pilkada...oo...kamu ketahuan diam-diam kampanye...)

Inilah kerjaan yang bikin aku happy, dapat bonus mandi di sungai bareng teman-teman gajah, udara yang sejuk, nyanyi rimba, air yang jernih, dll...Walau Sungai Batang Serangan agak keruh karena sering hujan, menandakan ada erosi di hulu. Tapi Sungai Buluh tetap jernih.

Sayang kali ini aku nggak sempat masuk jauh ke hutan. Aku punya agenda bincang-bincang dengan rangers lokal, diskusi dg tim-ku, persiapan satu bulan ke depan membuat beberapa program dengan rekan dari Melbourne Zoo. Rencana mau bikin pelatihan untuk penjaga hutan swadaya yg digagas masyarakat Tangkahan, desa kecil di Kabupaten Langkat, berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Leuser. Mereka adalah bekas illegal loggers yang berubah haluan, mendirikan Tangkahan Simalem Rangers. Insya Allah bulan Desember nanti kami akan mengirim 4 pawang ke Australia termasuk Rutkita ini untuk berbagi dan bertukar ilmu seputaran konservasi gajah dan habitatnya. Aku juga ketemu beberapa KepSek SD mau bikin pelatihan guru, mau bikin rumah pohon untuk pengamatan satwaliar di tengah rimba, mau bikin kebun buah dan rumput untuk gajah dan lahan praktek anak sekolah, mau ini, itu, anu, ene, hehe sangking semangatnya! rolleyesbiggrin

Mandiin Sari, *gajah mandiin gajah*
Hal yang paling berkesan bagiku kali ini adalah bertemu pengendara-pengendara tangguh yang mendayung sepeda dan mengendarai sepeda motor melewati ratusan kilometer untuk berjualan ke kampung-kampug terpencil, beberapa kali aku bertemu mereka; ada yang bawa telur, es krim, rumput, kerupuk...Aku terharu, terutama yang bawa es krim, sedih aku melihatnya, lagi musim hujan, desa sepi-- "Siapa yang beli ya?" tanyaku dalam hati, ah kutepis lagi: "tahu apa aku tentang dia?" Tuhan memberi rezeki dan kebahagiaan pada orang-orang yang menjemputnya...Standar siapa kebahagiaan itu adalah materi? Kadang kita terperangkap dalam gaya hidup kota yang didominasi oleh materialisme, konsumerisme...dunia yang dikuasai kapitalis, ah aku tersenyum membayangkan suatu kehidupan damai yang sering kupikirkan, di desa, dengan udara yang segar, rumah yang nyaman meskipun sederhana...
diskusi di camp







Foto lain ada di sini