Iklan

Friday, October 05, 2007

Mencari cinta sejati


Perempuan itu tidak menangis lagi. Sudah lama ditinggalkanya duka, larut dalam pekerjaannya. Namun aku merasa masih ada sisa duka di matanya. Biarlah kalau dia tak ingin berbagi, aku senang dia telah memiliki lagi gairah hidupnya yang nyaris mati.

“Untunglah aku punya teman-teman baik yang selalu ada saat aku butuhkan, kalau tidak entahlah…mungkin aku sudah mengakhiri hidupku…”, katanya suatu hari padaku…Teman-temannya (bukan aku) menemani agar dia tidak menghabiskan malam-malam panjang sepi dan getir di bar, atau mabuk sendirian di rumahnya, mendengarkan, menyemangati dan tidak menasehati. Hanya menemani dalam proses itu, kenyataan yang mau tak mau harus dilalui untuk bisa sembuh.

Aku tak mampu berandai jika itu terjadi padaku, ah membayangkan saja memerihkan hati. Seperdi badai? Langit yang tiba-tiba runtuh? Atau gempa tsunami? Yang lalu menimpa?
Bagaimana rasanya ketika pendamping hidupmu yang telah mengikat janji suci di depan Tuhan tiba-tiba ingin berpisah dengan alasan: “Aku tidak cinta lagi padamu…” Lalu sepeninggalmu dia langsung membawa perempuan lain yang menempati ranjangmu. Padahal, tak pernah dia melihat tanda-tanda pengkhianatannya sampai detik-detik terakhir itu…
Kemudian, apakah bumi serasa menelanmu? Cukupkah dengan memaki lelaki yang telah menganggap dirimu hanya tubuh yang bisa dipakai lalu dibuang? Atau apa pantasnya dibunuh saja? Perasaan mendera yang bisa membuat gila!

Ada
yg istimewa pada perempuan ini, waktu kutanya: “Kalau dia minta maaf, apakah kamu mau menerima dia kembali?” Dan dia jawab mau! “Cintaku lebih besar dari kesalahannya…” Dari apa hati perempuan ini terbuat? Kalau aku?? Oh my God! Pasti akan kukatakan I’m sorry goodbye…” Saat kau tak butuh aku lagi, aku tak akan meminta-minta agar kau kembali padaku dan aku tak akan memaafkanmu! Alhamdulillah aku punya lelaki yg baik yang mencintai karena Allah. Namun aku tak mau takabur, aku sadar apapun bisa saja terjadi di dunia yang fana ini, aku berlindung kepadaMu Ya Rabb, dari hal-hal seperti ini…

Tak ada cinta sejati di dunia ini. Itu yang aku percayai. Hanya cinta Tuhan dan mungkin hanya cinta Ibu, sebab belum pernah kudengar ada Ibu yg tega memperkosa anaknya. Kalau Bapak sih banyaaak. Inipun sekarang menjadi pertanyaanku sebab banyak sudah Ibu-ibu yang tega membunuh anaknya. Namun aku tetap beranggapan mereka yang ‘aneh’ itu adalah mereka yang sakit jiwa.

Aku percaya keadaan jatuh cinta hanya bisa dirasakan untuk satu orang satu saat, perasaan mencinta bisa saja lebih untuk satu orang setiap saat (kalau kita tumbuhkan!) Namun cinta manusia adalah cinta bersyarat! Cinta sesaat. Kalau kata Simbok, seperti kembang api yang gampang padam setelah kemeriahan berlalu. Kalau ingin cinta itu terus-menerus ada, jalannya adalah terus-menerus merawatnya. Ah seperti mawar yang tumbuh di kebunku mungkin. Tanam di tanah yang baik, siram, berilah pupuk organic, kalau berhama obati, kalau meranggas, perbarui, kalau mati, tanam lagi mawar yang baru! Cinta harus saling merawat.

Bagiku, cinta sejati hanya ada dibuktikan waktu, kita hanya bisa memiliki prosesnya. Komitmen adalah penguatnya. Kuncinya kejujuran.

Hati manusia bisa saja mengalami berbagai pengalaman emotional, spiritual, keadaan yang berbeda; bahagia, suka, senang, marah, susah, cemburu, nafsu, dsb. Bisa saja seseorang yang sudah punya cinta dan komitmen jatuh cinta lagi. Mengapa tidak? Dia hati manusia yang sama yang diciptakan bisa berubah, sangat relatif dan lentur (ingat postingannya Lae Toga), hati manusia yg diciptakanNYA bolak balik. Tapi taklah cinta alasan untuk memuaskan nafsu, apalagi mengingkari janji suci di depanNYA.

Bagi sebagian orang mungkin tak setuju dengan pendapatku ini, orang cendrung memandang jatuh cinta lagi sebagai perselingkuhan nafsu saja, hanya tubuh. Cinta satu hal--nafsu adalah satu hal lain yang kalau disatukan memang…memang apa ya… hayooo…asyik? Indah? Terserah anda hehehe…Tapi masing-masingnya juga bisa berdiri sendiri. Pengalaman itu bisa saja terjadi pada siapapun, bahkan ustadz. Temanku seorang perempuan baik-baik, shalehah, (aku jamin 100%), pernah menangis padaku, dia tak percaya kenapa dia bisa jatuh cinta lagi setelah beberapa tahun menikah. Dia merasa bersalah, bahkan jatuh sakit karenanya. Dan sekuat tenaga dia berusaha melupakan lelaki itu yang akhirnya meninggal karena serangan jantung. Mereka tak pernah sekalipun bertemu untuk percintaan, hanya untuk pekerjaan. Demi mempertahankan cinta yang suda ada, dan komitmen, dia bahkan tidak melihat pusara kekasih (pikiran) nya. Dia telah memilih cintanya.

Bagiku cinta sejati bisa diraih dengan perjuangan, dengan jujur pada pasangan. Cinta bisa saja memudar, bahkan menguap, atau mati, tumbuhkan lagi. Tak perlu berjanji, usahakan saja. Tantangannya adalah beranikah jujur pada pasangan saat hati tergoda oleh cinta lain, perasaan lain? Menceritakan pengalaman batin yang kau rasakan pada pasangan hidupmu, walau mungkin akan menyakitinya. Tapi bagiku mendustai akan jauh lebih perih. Namun satu hal yg aku hargai pada lelaki sohibku itu adalah kejujurannya untuk mengakui, daripada seperti lelaki yg diam2 menikah lagi tanpa bilang istrinya dengan alasan takut menyakiti! What a bullshit! Perempuan lebih mudah mengerti kalau lelakinya jatuh cinta lagi, aku pernah mengenal perempuan seperti ini beberapa orang. Asal jujur dan tak berkhianat pada cinta yang sudah ada, hanya sebagai sebuah pengalaman spiritual yang—sebaiknya--di hapus saja. Soalnya kalau diteruskan hanya membuat sengsara dan malapetaka. Tapi kalau lelaki, bisakah mereka menerima kalau perempuannya bilang: “ Aku jatuh cinta lagi honey…”

Gbr pinjam sini

15 comments:

Innuendo said...

aku jatuh cinta lagi, honey...plaaaakkk langsung digampar.

tulisanmu pernah terjadi pd temanku.

Anonymous said...

bilangin temenmu yg lagi sedih itu, meiy...LUPAIN, LUPAIN, LUPAIN. She deserves beter :)

Wulan said...

Hiksss .. serasa setengah hati hancur .. rasanya mempunyai cita cita yang mau digantung tiba2 tak bertali .. sedih sekali .. Ya amppun Uni tulisanmu .. ohhh .. hehehehe

unai said...

Besar hati sekali perempuan itu...mau menerima kembali laki2yang sudah meluluhlantakkan hati. Kalo saya sih...mending pergi aja..ke laut aja gitu ni :)

Vie said...

Meiy, si temen itu bukan aku kan Meiy. Hehehe...

Susah menumbuhkan lagi cinta yg sudah rusak dalam pot yg sama. Kalaupun bisa, tidak akan seperti sediakala lagi bentuknya.

Anonymous said...

saya sudah tidak bisa membedakan lagi antara perasaan dan logika itu tipis banget hampir ngga ada jarak.

Meita Win said...

yup,
lebih bisa mengerti jika lelakinya jatuh ke perempuan lain...

nice post!

Cempluk Story said...

cinta sejati ada di hati. *Pluk, puasa puasa men, jgn mikir cinta aja..hehehe*

Anonymous said...

bener Meiy, hati manusia memang mudah goyah, salah satunya menurutku justru utk menguji sampai dimana kekuatan kita, termasuk bgmn memegang komitmen. Kalau jatuh cinta lagi, sangat manusiawi. Tapi kemudian, bagaimana membalikkan keadaan ini pada jalur yang seharusnya, disitulah kekuatan hati kita terletak...

ichal said...

sedang musim posting "cinta" dan "cinta lainnya"
pasti berimbas "luka", kemudian dekat "maaf", trus kata-kata "ikhlas"!!!

ondeh mandeh,,, puaso!!
takana cinto lamo raso padiah takanai sambilu, luko nan diasami.

alah ngomong apa gw ne>

Anonymous said...

Cinta dan Cinta Lagi

Kata cinta itu menjadi ajaib bagi sepasang kekasih yang mengalaminya. Dengan cinta mereka bisa hidup berbagi kala suka dan duka, menjalin kebersamaan, memahami kelemahan, kelengahan, dan kelelahan. Dengan cinta, Tuhanpun menciptakan kehidupan dan segala isinya.

Aku percaya, cinta itu terjalin karena kejujuran. Bagaimana jika suatu saat ada orang yang jatuh cinta lagi? Berarti, rasa cintanya kepada pasangan pertama telah memudar, walau sedikit, tetap telah memudar. Seperti warna yang lekang oleh sengatan matahari.

Adakah lelaki yang benar-benar tulus mencintai dua orang perempuan sekaligus? Aku tak bisa memastikan jawabannya. Hanya saja aku curiga, perasaan cinta kepada perempuan yang baru lebih besar dan lebih memberikan semangat hidup baginya ketimbang perempuan pertama.

Ketika kita dilanda cinta kedua, atau mungkin cinta ketiga, keempat, atau bahkan cinta ketigabelas, akan muncul dikepala kita tentang perbandingan. Kita akan melakukan love-benchmarking (istilah yg gue paksain) antara perempuan pertama dan perempuan berikutnya. Kita akan menilai keunggulan perempuan pertama bukan lagi dari sudut pandang seksualitas belaka. Ada hal lain yang membuatnya mendapatkan skore lebih tinggi atau mungkin lebih buruk ketimbang perempuan berikutnya. Hal itu dipengaruhi oleh perjalanan hidup bersama yang telah dilalui. Jika sang lelaki menilai kebersamaan dengan perempuan pertama lebih buruk, dia akan memberikan skore yang tinggi buat perempuan yang baru beberapa bulan saja ia kenal. Perempuan berikutnya yang belum teruji kesabaran dan ketulusannya. Memang sebuah benchmarking yang tak seimbang. Bagaimanapun, sulit melakukan perbandingan yang seimbang karena faktor “fresh” yang dirasakan lelaki terhadap perempuan berikutnya. (Teori ini tak berlaku buat “kucing garong”)

Kembali kepada kata Cinta. Apakah cinta itu terkatakan? Apakah cinta itu kesetiaan? Ataukah cinta sekedar pelampiasan? Di sinilah kita harus berani jujur menilai diri kita sendiri.

Siapkah bila pasangan hidup kita menyatakan “Aku jatuh cinta lagi, honey!” seperti yang ditulis Meiy? Sebagai lelaki, aku tidak bisa mendengarkan pernyataan itu keluar dari mulut perempuanku. Namun aku harus mengevaluasi care, believe, dan responsibility dalam kebersamaan hidupku dengannya. Jika perempuanku tetap merasakan “cinta lagi” dan berhasrat pada cinta barunya, perpisahan harus menjadi satu-satunya jalan keluar, walau pahit. Aku tak memaksakan agar sikapku ini mewakili kebanyakan lelaki.

Tapi bisa jadi ada perempuan yang tak akan bersikap sepertiku. Ada saja perempuan yang bisa menerima “Cinta Lagi” dari lelaki pasangannya. Ini membuktikan bahwa kelapangan dada kaum perempuan lebih luas ketimbang lelaki. Perempuan bisa menerima pudarnya cinta sang kekasih. Suatu nasib yang tak bisa diterima oleh para lelaki. Namun aku yakin, perempuan itu juga memendam kecewa yang berat terhadap lelakinya, walau tak terucap.

Bagiku, walaupun kesalehan bisa mematikan dendam, tetapi tak bisa mengubur kekecewaan.

Wulan said...

Wulan asli Minang Uni .. kampuang jg disini. Tapi Abang orang Medan sana .. jadi lebaran kali ini kami mudiknya ke Medan Uni :) Aduh mau dunk singgah .. tapi alamatnya dimana yah Ni :) YM nya ada gak Uni? Alhamdulillah tiket udah dapet Ni .. Terimaaa kasih banyakk :)

Minal Aidin wal Faidzin ya Uni .. Mohon maaf lahir dan Bathin .. klo ada salah Wulan tolong dimaafkan. Salam manis untuk keluarga :)

Anonymous said...

cerita dan renungan yang dalem jeng; hal yg gak pernah habis-habisnya menggelantung di kehidupan banyak rumah tangga; dan sering betapa dekatnya suami-istri ke bibir tebing perceraian untuk alasan yg jelas dan kadang gak jelas juga... pada akhirnya apa yg harus terjadi, terjadilah, semoga saja setiap kita kuat menjalaninya.

Anonymous said...

Orang susah bersepakat soal agama, jauh lebih susah lagi kalo soal cinta...

Ungkapan "cintaku lebih besar dari kesalahannya" diakui atau tidak, menggetarkan hati siapa saja, tp sedikit yang bisa menyetujui, apalagi menjalani.

Di sini aja, sifat aneh bin ajaib cinta itu udah muncul. Hati tergetar tapi otak menolak.

Cinta memang sering menyeret kita ke luar dari rumah logika. Orang menjadi kelihatan bodoh, absurd, semacam itulah.

Benarkah mereka bodoh? Ntahlah. Tapi menurut aku, ambillah keputusan yang membuat hatimu (relatif) lebih bahagia. Kelihatan bodoh atau cerdas, ngga ada urusan! Yang penting kau bahagia dengan keputusan itu.

Syaratnya jujur: jangan pura-pura bisa memaafkan padahal tidak, atau justru pura-pura sanggup berpisah, padahal di belakangnya merintih rindu.

Anonymous said...

jatuh cinta, berjuta rasanya!
Selamat sudah merasakan cinta kembali datang :)